MENTERI KESENATAN
REPUBLIK INDONESIA
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1464/MENKES/PER/X/2010
NOMOR 1464/MENKES/PER/X/2010
TENTANG
IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (5) Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan perlu mengatur Izin dan Penyelenggaraan Praktik
Bidan;
- bahwa dalam rangka
menyelaraskan kewenangan bidan dengan tugas pemerintah untuk meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan yang merata, perlu merevisi Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor H K.02.02/Menkes/149/1/2010 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan;
- bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan kembali
Peraturan
Menteri
Kesehatan tentang Izin
dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan;
Mengingat:
1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
2.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambaran Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
- Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
- Undang-Undang Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
- Peraturan Pemerintah Nomor 32
Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3637);
- Peraturan Pemerintah Nomor 38
Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
- Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1575/Menkes/Per/ XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 439/Menkes/Per/ VI/2009 tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan; - Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 369/Menkes/SK/ 111/2007 tentang Standar Profesi Bidan;
- Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 938/Menkes/SK/ VI11/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan;
- Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 161/Menkes/Per/1/2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1 Bidan
adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang telah
teregistrasi sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan.
2 Fasilitas
pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya
pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif,
yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat.
- Surat Tanda Registrasi,
selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh
pemerintah kepada tenaga kesehatan yang diregistrasi setelah memiliki
sertifikat kompetensi.
- Surat Izin Kerja Bidan,
selanjutnya disingkat SIKB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada
Bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk bekerja di fasilitas pelayanan
kesehatan.
- Surat Izin Praktik Bidan,
selanjutnya disingkat SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada
Bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk menjalankan praktik bidan
mandiri.
- Standar adalah pedoman yang
harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi yang
meliputi standar pelayanan, standar profesi, dan standar operasional
prosedur.
- Praktik mandiri adalah praktik
bidan swasta perorangan.
- 8. Organisasi profesi adalah
Ikatan Bidan Indonesia (IBI).
BAB II
PERIZINAN
PERIZINAN
Pasal 2
(1)
Bidan dapat menjalankan praktik mandiri dan/atau bekerja di fasilitas pelayanan
kesehatan.
(2)
Bidan yang menjalankan praktik mandiri harus berpendidikan minimal Diploma III
(D III) Kebidanan.
Pasal 3
(1)
Setiap bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan wajib memiliki SIKB.
(2)
Setiap bidan yang menjalankan praktik mandiri wajib memiliki SIPB.
(3)
SIKB atau SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku untuk 1
(satu) tempat.
Pasal 4
(1) Untuk
memperoleh SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Bidan harus mengajukan
permohonan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dengan melampirkan:
- fotocopy STR yang masih berlaku
dan dilegalisasi;
- surat keterangan sehat fisik
dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
- surat pernyataan memiliki
tempat kerja di fasilitas pelayanan kesehatan atau tempat praktik;
- pas foto berwarna terbaru
ukuran 4X6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;
- rekomendasi dari kepala dinas
kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang ditunjuk; dan
- rekomendasi dari organisasi
profesi.
(2)
Kewajiban memiliki STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)
Apabila belum terbentuk Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI), Majelis
Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP) dan/atau proses STR belum dapat dilaksanakan,
maka Surat Izin Bidan ditetapkan berlaku sebagai STR.
(4) Contoh
surat permohonan memperoleh SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Formulir I terlampir.
(5) Contoh
SIKB sebagaimana tercantum dalam Formulir II terlampir
(6) Contoh
SIPB sebagaimana tercantum dalam Formulir III terlampir.
Pasal 5
(1)
SIKB/SIPB dikeluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota.
(2)
Dalam hal SIKB/SIPB dikeluarkan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota maka
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e tidak
diperlukan.
(3)
Permohonan SIKB/SIPB yang disetujui atau ditolak harus disampaikan oleh
pemerintah daerah kabupaten/kota atau dinas kesehatan kabupaten/kota kepada
pemohon dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal permohonan
diterima.
Pasal 6
Bidan hanya
dapat menjalankan praktik dan/atau kerja paling banyak di 1 (satu) tempat kerja
dan 1 (satu) tempat praktik.
Pasal 7
(1)
SIKB/SIPB berlaku selama STR masih berlaku dan dapat diperbaharui kembali jika
habis masa berlakunya.
(2)
Pembaharuan SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada pemerintah
daerah kabupaten/kota setempat dengan melampirkan :
- fotokopi SIKB/SIPB yang lama;
- fotokopi STR;
- surat keterangan sehat fisik
dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
- pas foto berwarna terbaru
ukuran 4X6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;
- rekomendasi dari kepala dinas
kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang ditunjuk sesuai ketentuan
Pasal 4 ayat (1) huruf e; dan
- rekomendasi dari organisasi
profesi.
Pasal 8
SIKB/SIPB
dinyatakan tidak berlaku karena:
- tempat kerja/praktik tidak
sesuai lagi dengan SIKB/SIPB.
- masa berlakunya habis dan tidak
diperpanjang.
- dicabut oleh pejabat yang
berwenang memberikan izin.
BAB III
PENYELENGGARAAN PRAKTIK
PENYELENGGARAAN PRAKTIK
Pasal 9
Bidan dalam
menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi:
- pelayanan kesehatan ibu;
- pelayanan kesehatan anak; dan
- pelayanan kesehatan reproduksi
perempuan dan keluarga berencana.
Pasal 10
(1)
Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a diberikan
pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan
masa antara dua kehamilan.
(2)
Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
- pelayanan konseling pada masa
pra hamil;
- pelayanan antenatal pada
kehamilan normal;
- pelayanan persalinan normal;
- pelayanan ibu nifas normal;
- pelayanan ibu menyusui; dan
- pelayanan konseling pada masa
antara dua kehamilan.
(3)
Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berwenang
untuk:
- episiotomi;
- penjahitan luka jalan lahir
tingkat I dan II;
- penanganan kegawat-daruratan,
dilanjutkan dengan perujukan;
- pemberian tablet Fe pada ibu
hamil;
- pemberian vitamin A dosis
tinggi pada ibu nifas;
- fasilitasi/bimbingan inisiasi
menyusu dini dan promosi air susu ibu eksklusif;
- pemberian uterotonika pada
manajemen aktif kala tiga dan postpartum;
- penyuluhan dan konseling;
- bimbingan pada kelompok ibu
hamil;
- pemberian surat keterangan
kematian; dan
- pemberian surat keterangan cuti
bersalin.
Pasal 11
(1)
Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b diberikan
pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra sekolah.
(2)
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berwenang untuk:
- melakukan asuhan bayi baru
lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu
dini, injeksi Vitamin K 1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0
— 28 hari), dan perawatan tali pusat;
- penanganan hipotermi pada bayi
baru lahir dan segera merujuk;
- penanganan kegawat-daruratan,
dilanjutkan dengan perujukan;
- pemberian imunisasi rutin
sesuai program pemerintah;
- pemantauan tumbuh kembang bayi,
anak balita dan anak pra sekolah;
- pemberian konseling dan
penyuluhan;
- pemberian surat keterangan
kelahiran; dan
- pemberian surat keterangan
kematian.
Pasal 12
Bidan dalam
memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c, berwenang untuk:
- memberikan penyuluhan dan
konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana; dan
- memberikan alat kontrasepsi
oral dan kondom.
Pasal 13
(1) Selain
kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12, Bidan
yang menjalankan program Pemerintah berwenang melakukan pelayanan kesehatan
meliputi:
- pemberian alat kontrasepsi
suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan pelayanan alat
kontrasepsi bawah kulit;
- asuhan antenatal terintegrasi
dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu dilakukan di bawah
supervisi dokter;
- penanganan bayi dan anak balita
sakit sesuai pedoman yang ditetapkan;
- melakukan pembinaan peran serta
masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja,
dan penyehatan lingkungan;
- pemantauan tumbuh kembang bayi,
anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah;
- melaksanakan pelayanan
kebidanan komunitas;
- melaksanakan deteksi dini,
merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS)
termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya;
- pencegahan penyalahgunaan
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) melalui informasi
dan edukasi; dan
- pelayanan kesehatan lain yang
merupakan program Pemerintah.
(2)
Pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi,
penanganan bayi dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk,
dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit
lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat
Adiktif lainnya (NAPZA) hanya dapat dilakukan oleh bidan yang dilatih untuk
itu.
Pasal 14
(1) Bagi
bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dapat
melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9.
(2)
Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota.
(3)
Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah terdapat dokter,
kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku.
Pasal 15
(1)
Pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota menugaskan bidan praktik mandiri
tertentu untuk melaksanakan program Pemerintah.
(2)
Bidan praktik mandiri yang ditugaskan sebagai pelaksana program pemerintah
berhak atas pelatihan dan pembinaan dari pemerintah daerah provi
nsi/kabupaten/kota.
Pasal 16
(1)
Pada daerah yang belum memiliki dokter, Pemerintah dan pemerintah daerah harus
menempatkan bidan dengan pendidikan minimal Diploma III Kebidanan.
(2)
Apabila tidak terdapat tenaga bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pemerintah dan pemerintah daerah dapat menempatkan bidan yang telah mengikuti
pelatihan.
(3)
Pemerintah
daerah
provinsi/kabupaten/kota
bertanggung jawab
menyelenggarakan pelatihan bagi bidan yang memberikan pelayanan di daerah yang tidak memiliki dokter.
menyelenggarakan pelatihan bagi bidan yang memberikan pelayanan di daerah yang tidak memiliki dokter.
Pasal 17
(1) Bidan
dalam menjalankan praktik mandiri harus memenuhi persyaratan meliputi:
- memiliki tempat praktik,
ruangan praktik dan peralatan untuk tindakan asuhan kebidanan, serta
peralatan untuk menunjang pelayanan kesehatan bayi, anak balita dan
prasekolah yang memenuhi persyaratan lingkungan sehat;
- menyediakan maksimal 2 (dua)
tempat tidur untuk persalinan; dan
- memiliki sarana, peralatan dan
obat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(2)
Ketentuan persyaratan tempat praktik dan peralatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan ini.
Pasal 18
(1) Dalam
melaksanakan praktik/kerja, bidan berkewajiban untuk:
- menghormati hak pasien;
- memberikan informasi tentang
masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan;
- merujuk kasus yang bukan
kewenangannya atau tidak dapat ditangani dengan tepat waktu;
- meminta persetujuan tindakan
yang akan dilakukan;
- menyimpan rahasia pasien sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan;
- melakukan pencatatan asuhan
kebidanan dan pelayanan lainnya secara sistematis;
- mematuhi standar ; dan
- melakukan pencatatan dan
pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk pelaporan kelahiran
dan kematian.
(2) Bidan
dalam menjalankan praktik/kerja senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya,
dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan
dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya.
(3)
Bidan dalam menjalankan praktik kebidanan harus membantu program pemerintah
dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Pasal 19
Dalam
melaksanakan praktik/kerja, bidan mempunyai hak:
- memperoleh perlindungan hukum
dalam melaksanakan praktik/kerja sepanjang sesuai dengan standar;
- memperoleh informasi yang
lengkap dan benar dari pasien dan/atau keluarganya;
- melaksanakan tugas sesuai
dengan kewenangan dan standar; dan
- menerima imbalan jasa profesi.
MENTERI KESEIIATAN
REPUBL1K INDONES4A
REPUBL1K INDONES4A
BAB IV
PENCATATAN DAN PELAPORAN
PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pasal 20
(1)
Dalam melakukan tugasnya bidan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai
dengan pelayanan yang diberikan.
(2)
Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan ke Puskesmas wilayah
tempat praktik.
(3)
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk bidan yang
bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 21
(1)
Menteri, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melakukan
pembinaan dan pengawasan dengan mengikutsertakan Majelis Tenaga Kesehatan
Indonesia, Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi, organisasi profesi dan asosiasi
institusi pendidikan yang bersangkutan.
(2)
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk
meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi masyarakat
terhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
(3)
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus melaksanakan pembinaan dan
pengawasan penyelengaraan praktik bidan.
(4)
Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota harus membuat pemetaan tenaga bidan praktik mandiri
dan bidan di desa serta menetapkan dokter puskesmas terdekat untuk pelaksanaan
tugas supervisi terhadap bidan di wilayah tersebut
Pasal 22
Pimpinan
fasilitas pelayanan kesehatan wajib melaporkan bidan yang bekerja dan yang
berhenti bekerja di fasilitas pelayanan kesehatannya pada tiap triwulan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada organisasi
profesi.
MENTERI KESENATAN
REPUBLIK INDONESIA
REPUBLIK INDONESIA
Pasal 23
(1)
Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21,
Menteri, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota dapat
memberikan tindakan administratif kepada bidan yang melakukan pelanggaran
terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik dalam Peraturan ini.
(2)
Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a.teguran
lisan;
b.teguran
tertulis;
c.pencabutan
SIKB/SIPB untuk sementara paling lama 1 (satu) tahun; atau
d.pencabutan
SIKB/SIPB selamanya.
Pasal 24
(1)
Pemerintah daerah kabupaten/kota dapat memberikan sanksi berupa rekomendasi
pencabutan surat izin/STR kepada kepala dinas kesehatan provinsi/Majelis Tenaga
Kesehatan Indonesia (MTKI) terhadap Bidan yang melakukan praktik tanpa memiliki
SIPB atau kerja tanpa memiliki SIKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
dan ayat (2).
(2)
Pemerintah daerah kabupaten/kota dapat mengenakan sanksi teguran lisan, teguran
tertulis sampai dengan pencabutan izin fasilitas pelayanan kesehatan
sementara/tetap kepada pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan yang
mempekerjakan bidan yang tidak mempunyai SIKB.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 25
(1) Bidan
yang telah mempunyai SIPB berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan dan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/149/1/2010 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan dinyatakan telah memiliki SIPB berdasarkan
Peraturan ini sampai dengan masa berlakunya berakhir.
MENTERI KESENATAN
REPUBLIK INDONESIA
REPUBLIK INDONESIA
(2) Bidan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperbaharui SIPB apabila Surat Izin
Bidan yang bersangkutan telah habis jangka waktunya, berdasarkan Peraturan ini.
Pasal 26
Apabila
Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) dan Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi
(MTKP) belum dibentuk dan/atau belum dapat melaksanakan tugasnya maka
registrasi bidan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan.
Pasal 27
Bidan yang
telah melaksanakan kerja di fasilitas pelayanan kesehatan sebelum ditetapkan
Peraturan ini harus memiliki SIKB berdasarkan Peraturan ini paling
selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak Peraturan ini ditetapkan.
Pasal 28
Bidan yang
berpendidikan di bawah Diploma III (D III) Kebidanan yang menjalankan praktik
mandiri harus menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan ini selambat-lambatnya 5
(lima) tahun sejak Peraturan ini ditetapkan.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 29
Pada saat
Peraturan ini mulai berlaku:
- Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan
sepanjang yang berkaitan dengan perizinan dan praktik bidan; dan
- Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor HK.02.02/Menkes/149/1/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik
Bidan;
dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
MENTERI KESDIATAN
REPUBLIK INDONESIA
REPUBLIK INDONESIA
Pasal 30
Peraturan
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
di Jakarta
pada tanggal
4 Oktober 2010
MENTERI
KESEHATAN,
ttd
ENDANG
RAHAYU SEDYANINGSIH
Diundangkan
di Jakarta pada tanggal
MENTERI
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
PATRIALIS
AKBAR
BERITA
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR
Lampiran
Peraturan
Menteri Kesehatan
Nomor :
1464/MENKES/PER/X/2010 Tanggal : 4 Oktober 2010
PERSYARATAN
PRAKTIK BIDAN
A. TEMPAT
PRAKTIK
1. Tempat
untuk praktik bidan mandiri terpisah dari ruangan keluarga terdiri dari :
- Ruang Tunggu
- Ruang Pemeriksaan
- Ruang Persalinan
- Ruang Rawat !nap
- WC/Kamar mandi
- Ruang Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI)
2. Papan
Nama
Bidan yang
praktik mandiri dan telah mempunyai SIPB wajib memasang papan nama praktik
bidan yang memuat : nama, alamat tempat praktik, Nomor SIPB dan waktu praktik.
Ukuran 40 cm x 60 cm dengan warna dasar putih dan tulisan hitam.
B. PERALATAN
DAFTAR
PERALATAN PRAKTIK BIDAN
No.
|
Jenis Alat
|
Jumlah
|
A.
|
PERALATAN
TIDAK STERIL
|
|
1
|
Tensimeter
|
1
|
2
|
Stetoskop
binoculer
|
1
|
3
|
Stetoskop
monoculer
|
1
|
4
|
Timbangan
dewasa
|
1
|
5
|
Timbangan
bayi
|
1
|
6
|
Pengukur
panjang bayi
|
1
|
7
|
Termometer
|
2
|
No.
|
Jenis Alat
|
Jumlah
|
8
|
Oksigen
dengan regulator
|
1
|
9
|
Ambu bag
dengan masker resusitasi (ibu+bayi)
|
1/1
|
10
|
Pengisap
lendir
|
2
|
11
|
Lampu/sorot
|
1
|
12
|
Penghitung
nadi (jam dengan jarum detik)
|
1
|
13
|
Sterilisator
|
1
|
14
|
Bak
instrumen dengan tutup
|
2
|
15
|
Palu
Refleks
|
1
|
16
|
Alat
pemeriksa Hb (Sahli)
|
1
|
17
|
Set
pemeriksaan urine (protein + reduksi)
|
1
|
18
|
Pita
pengukur
|
1
|
19
|
Sarung
tangan karet untuk mencuci alat
|
2 pasang
|
20
|
Apron
|
2 pasang
|
21
|
Masker
|
1
dus
|
22
|
Pengaman
mata
|
2
|
23
|
Sarung
kaki plastik
|
Sesuai kebutuhan
|
24
|
Semprit disposable
|
Sesuai kebutuhan
|
25
|
Tempat
kotoran/sampah
|
3
|
26
|
Tempat
kain kotor
|
Sesuai kebutuhan
|
27
|
Tempat
plasenta
|
Sesuai kebutuhan
|
28
|
Pot
|
Sesuai kebutuhan
|
29
|
Piala
Ginjal/bengkok besar dan kecil
|
2/2
|
30
|
Sikat,
sabun ditempatnya
|
2
|
31
|
Kertas
lakmus
|
1 set
|
32
|
Semprit
gliserin
|
1
|
33
|
Gunting
verband
|
1
|
34
|
Gelas ukur
500 ml
|
1
|
35
|
Spatula
lidah logam
|
1
|
36
|
Perlengkapan
pakaian bayi
|
Sesuai kebutuhan
|
37
|
Perlengkapan
pakaian Ibu
|
Sesuai kebutuhan
|
B.
|
PERALATAN
STERIL (DTT)
|
|
1
|
Klem Pean
|
2
|
2
|
1/2 Klem
Kocher
|
2
|
3
|
Korentang
|
2
|
4
|
Gunting
tali pusat
|
2
|
5
|
Gunting
benang
|
2
|
6
|
Gunting
episiotomi
|
2
|
7
|
Kateter
karet/metal
|
2/2
|
8
|
Pinset
anatomi pendek dan panjang
|
1/1
|
No.
|
Jenis Alat
|
Jumlah
|
9
|
Tenakulum/kocher
tang
|
2/2
|
10
|
Pinset
bedah
|
2
|
11
|
Spekulum
cocor bebek dan Sims
|
1/1
|
12
|
Mangkok
metal kecil
|
2
|
13
|
Pengikat
tali pusat
|
Sesuai kebutuhan
|
14
|
Pengisap
lendir
|
1
|
15
|
Tampon
tang
|
2
|
16
|
Tampon
vagina
|
Sesuai kebutuhan
|
17
|
Pemegang
jarum
|
2
|
18
|
Jarum
kulit dan otot
|
Sesuai kebutuhan
|
19
|
Sarung
tangan
|
Sesuai kebutuhan
|
20
|
Benang
sutera + catgut
|
Sesuai kebutuhan
|
21
|
Doek
steril (kain steril)
|
6
|
C.
|
BAHAN HABIS PAKAI
|
Sesuai kebutuhan
|
1
|
Kapas
|
|
2
|
Kain Kasa
|
|
3
|
Plester
|
|
4
|
Handuk
|
|
5
|
Pembalut
wanita
|
|
D.
|
PERALATAN
PENCEGAHAN INFEKSI
|
|
1
|
Wadah anti
tembus untuk pembuangan tabung
|
|
|
suntik dan
jarum
|
1
|
2
|
Tempat
untuk sampah terkontaminasi basah dan
|
|
|
kering
dalam tempat terpisah
|
3
|
3
|
Ember
untuk menyiapkan larutan klorin
|
1
|
4
|
Ember
plastik tertutup
untuk
dekontaminasi
|
|
|
peralatan
|
2
|
5
|
Ember
plastik dan sikat untuk membersihkan dan
|
|
|
mencuci
peralatan
|
2
|
6
|
DTT set
untuk merebus dan atau mengukus
|
1
|
7
|
Tempat
penyimpanan
peralatan
bersih yang
|
|
|
tertutup
rapat.
|
2
|
E.
|
FORMULIR
YANG DISEDIAKAN
|
Sesuai kebutuhan
|
1
|
Formulir
Informed Consent
|
|
2
|
Formulir
ANC
|
|
No.
|
Jenis Alat
|
Jumlah
|
3
|
Formulir
Partograf
|
|
4
|
Formulir
persalinan/nifas dan KB
|
|
5
|
Buku
register : ibu, bayi, anak, KB
|
|
6
|
Formulir
Laporan
|
|
7
|
Formulir
rujukan
|
|
8
|
Formulir
surat kelahiran
|
|
9
|
Formulir
surat kematian
|
|
10
|
Formulir
surat keterangan cuti bersalin
|
|
11
|
Formulir
permintaan darah
|
|
12
|
Buku KIA
|
|
MENTERI KESEHATAN,
ttd
ENDANG RAHAYU SEDYANINGSIH
Formulir I
Perihal :
Permohonan Surat Izin Kerja Bidan/Surat Izin Praktik Bidan (SIKB/SIPB)
Kepada Yth,
Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota……………
Dengan
hormat,
Yang
bertanda tangan di bawah ini, Nama Lengkap
Alamat
Tempat,
tanggal lahir
Jenis
kelamin
Tahun
Lulusan
Berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/MENKES/PER/X/2010 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan, dengan ini mengajukan permohonan untuk
mendapatkan Surat Izin Kerja Bidan/Surat Izin Praktik Bidan (SIKB/SIPB).
Sebagai
bahan pertimbangan terlampir:
- fotokopi SIB/STR yang masih
berlaku dan dilegalisasi;
- surat keterangan sehat fisik
dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
- surat pernyataan memiliki
tempat praktik;
- pas foto berwarna terbaru
ukuran 4 X 6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;
- rekomendasi dari Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota atau pejabat yang ditunjuk; dan
- rekomendasi dari organisasi
profesi.
Demikian
atas perhatian Bapak/Ibu kami ucapkan terima kasih.
Pemohon,
Formulir II
KOP
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA
SURAT IZIN
KERJA BIDAN (SIKB) Nomor:
Yang
bertanda tangan di bawah ini, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota memberikan izin
kerja kepada:
Nama
Tempat/tanggal
lahir Alamat
Nomor
SIB/STR
Untuk
bekerja sebagai bidan di … (tempat dan alamat lengkap fasilitas pelayanan
kesehatan)
Surat Izin
Kerja Bidan (SIKB) ini berlaku sampai dengan tanggal (sesuai pemberlakuan
SIB/STR)
|
Dikeluarkan
di …
Pada
tanggal
Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota
|
Pas Foto
4X6 |
Tembusan :
- Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
…;
- Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota ….;
- Ketua Ikatan Bidan Indonesia
(IBI) daerah …; dan
- Pertinggal.
Formulir III
KOP
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA
SURAT IZIN
PRAKTIK BIDAN (SIPB) Nomor:
Yang
bertanda tangan di bawah ini, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota memberikan izin
praktik kepada:
Nama
Tempat/tanggal
lahir : Alamat
Nomor
SIB/STR
Untuk berpraktik sebagai bidan di … (tempat dan
alamat lengkap tempat praktik)
Surat Izin
Praktik Bidan (SIPB) ini berlaku sampai dengan tanggal (sesuai pemberlakuan
SIB/STR)
|
Dikeluarkan
di …
Pada
tanggal
Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota
|
Pas Foto
4X6 |
Tembusan :
- Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
…;
- Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
….;
- Ketua Ikatan Bidan Indonesia
(IBI) daerah …; dan
- Pertinggal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar